Resep Mengatasi Kesulitan
Menurut Al-Qur’an dan Sunnah
Sebagai
umat Islam, kita amat beruntung mendapat petunjuk-petunjuk praktis dari Allah
dan RasulNya dalam mengatasi berbagai rintangan dan cobaan agar kita dapat
melewatinya sekaligus menikmatinya sebagai seninya kehidupan. Di antara ajaran
Al-Qur’an dan Sunnah dalam mengatasi kesulitan adalah sebagai berikut:
1.
Bersabar dan shalat.
Pada dasarnya di
dunia ini setiap orang tidak akan lepas dari susah dan senang. Maka sikap
manusia dalam hidupnya dapat disederhanakan menjadi dua sikap : pertama, bersyukur
setiap kali mendapat nikmat; kedua, bersabar ketika menghadapi kesulitan atau
musibah. Solusi pertama dan utama mengatasi kesulitan adalah dengan sabar dan
shalat. Allah SWT berfirman :
وَاسْتَعِيْنُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
وَإِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِيْنَ (٤٥)
“Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.” (Q.S. Al-Baqarah : 45)
Sabar yang dimaksud ayat ini bukanlah suatu
sikap yang hanya “nrimo” begitu saja terhadap nasib atau keadaan. Sabar di sini
mengandung arti “habsun nafsi” (pengendalian diri). Dengan kata lain,
kita disuruh cerdas mengelola emosi dan nafsu kita agar tidak sampai melakukan
tindakan yang bodoh, merusak, dan merugikan. Sebaliknya akal kitalah yang harus
mendominasi dan menyetir emosi dan nafsu kita tersebut agar cermat dalam
bersikap dan bertindak, sehingga akan melahirkan solusi terbaik dari setiap
masalah.
Bersabar dalam
menghadapi musibah atau tantangan, artinya terus menerus berusaha merubah nasib
atau keadaan dengan penuh optimis, tidak mengenal lelah putus asa, dan menyerah
sampai masalahnya dapat terselesaikan atau terpecahkan. Sebab dunia tidak akan
peduli dengan kesedihan kita, sampai kita sendiri yang bangkit dari kedukaan
atau keterpurukan. Life must go on, hidup harus terus berlanjut, tidak
boleh terhenti hanya karena suatu musibah atau tragedi. Tanpa kita sendiri yang
berusaha menata dan memperbaiki kondisi kita, mustahil nasib kita akan berubah.
Bukankah Allah tidak akan merubah nasib seseorang jika ia sendiri tidak mau
merubah nasibnya? Sebagaimana firmanNya:
إِنَّ اللَّهَ
لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S.Ar-Ro’du : 11)
Kemudian Allah
memberi kita petunjuk utnuk menjalankan shalat sebagai solusi mengatasi
masalah. Selain shalat fardhu yang sudah merupakan kewajiban, sebaiknya kita
pun mengerjakan shalat-shalat sunnah lainnya, terutama sholat sunnah yang
seringkali dijadikan media memohon pertolongan seperti Sholat Hajat, Sholat Dhuha,
Sholat Tahajjud, dan Sholat Tasbih.
Rasulullah saw
memberi contoh kepada kita, yakni setiap kali beliau menghadapi masalah apa
saja baik yang berkaitan dengan masalah pribadi, keluarga, ataupun ummat beliau
segera curhat kepada Allah melalui ibadah shalat. Sebagaimana yang dituturkan
oleh Hudzaifah al-Yamani berikut ini :
كَانَ
اِذَا حَزَنَهُ اَمْرٌ صَلَّى
“Adalah Rasulullah saw apabila menghadapi suatu perkara yang
menyedikan/menyulitkan, maka bersegeralah beliau menjalankan shalat.”
(H.R.Ahmad dan Abu Dawud).
Shuhaib r.a
telah diberitahu oleh Rasulullah s.a.w. bahwa para Nabi a.s. jika menghadapi
suatu masalah, mereka juga akan segera melaksanakan shalat. Para sahabat Nabi
pun turut mempraktekkan ajaran mulia tersebut. Contohnya ketika Ibnu Abbas r.a.
sedang dalam perjalanan, tiba-tiba ia mendapat kabar bahwa anaknya telah
meninggal dunia. Ia pun segera turun dari untanya, kemudian sholat dua rokaat
dan mengucapkan :
اِنَّا
لِلّٰهِ وَ اِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
“Sesungguhnya
kita milik Allah dan sesungguhnya kita semua akan kembali kepadaNya.”
(Q.S.Al-Baqarah : 156)
Lalu ia berkata,
“Aku telah melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT di dalam
Al-Qur’an :
وَاسْتَعِيْنُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
وَإِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِيْنَ (٤٥)
“Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.” (Q.S. Al-Baqarah : 45)[5]
Abdullah bin
Salam r.a berkata, “Apabila keluarga Nabi s.a.w. ditimpa suatu kesulitan, maka
beliau menyuruh keluarganya mendirikan shalat seraya membaca ayat al-Qur’an:
وَأْمُرْ
أَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لاَ نَسْئَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ
نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan
perintahkanlah keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.”
(Q.S. Thaahaa : 132). [6]
Begitu pula kita
jika menghadapi suatu problema, disunnahkan untuk sholat guna mencari solusi
terbaik dari Allah. Karena Dia-lah sebaik-baiknya penolong, satu-satunya tempat
berserah diri, Pengurus yang terbaik,
tempat bermohon dan berharap semua makhluk. Apalagi Allah tidak pernah
menyia-nyiakan orang yang berharap padaNya.
Shalat adalah
media curhat yang efektif kepada Allah. Seseorang dapat menumpahkan segala
keluh kesahnya di hadapan Sang Khalik (Pencipta). Apa saja yang menghimpit
jiwanya, membebani pikirannya, mempersempit daya upayanya, bisa dengan bebas
diungkapkan dengan transparan, tanpa tedeng aling-aling. Sebab tiada satu pun
yang tersembunyi di dada, melainkan pasti diketahui oleh Allah Ta’ala. Terlebih
lagi hubungan yang paling dekat antara hamba dan Tuhannya adalah saat bersujud,
sehingga Nabi menyuruh kita untuk banyak berdo’a saat itu. (H.R. Muslim, Abu
Dawud dan An-Nasa’i)
2. Bersedekah.
Cara lain yang
mujarab untuk mengatasi kesulitan adalah dengan bersedekah. Apabila kita ingin
dimudahkan segala urusan, maka cara yang paling ampuh adalah bersedekah seawal
mungkin, sebelum kita memulai urusan tersebut. Melalui wasilah (perantara) sedekah,
maka bantuan Allah akan segera turun menuntaskan segala urusan, menghalau
segala bala’, mempermudah segala yang sulit, mengurai semua kerumitan,
menghasilkan segala maksud dan mewujudkan semua harapan.
Di antara janji
Allah dalam Al-Qur’an adalah memberi kemudahan bagi hamba-hambaNya yang selalu
bermurah hati, peduli sosial dengan semangat berbagi. menyingsingkan lengan baju, berkorban untuk
membahagiakan orang lain yang terbelit kesulitan. Hal ini ditegaskan dalam
firman Allah sebagai berikut:
$¨Br'sù ô`tB 4‘sÜôãr& 4’s+¨?$#ur ÇÎÈ s-£‰|¹ur 4Óo_ó¡çtø:$$Î/ ÇÏÈ ¼çnçŽÅc£uãY|¡sù 3“uŽô£ãù=Ï9 ÇÐÈ
“Adapun orang
yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya
pahala yang terbaik (syurga). Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan
yang mudah.” (Q.S.Al-Lail : 5-7)
Sebaliknya bagi
mereka yang kikir alias bakhil, maka dunia ini terasa sempit, sukar, dan rumit.
Kesialan selalu menyertainya. Bala’ selalu menghantuinya. Hidupnya jauh dari
rahmat, berkah dan ridho Allah. Tiada kedamaian dalam hatinya. Tiada pula jalan
keluar bagi kesulitan yang dihadapinya, seperti menemui jalan buntu. Alih-alih
Allah membantunya, manusia saja tidak ada yang sudi menolongnya. Allah mengingatkan hal ini dalam firmanNya:
وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى
(٨)وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى (٩)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى (١٠)
“Dan Adapun
orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup. Serta mendustakan pahala
terbaik. Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.”(Q.S.Al-Lail
: 8-10)
3. Memudahkan
urusan orang
Sudah menjadi
sunnatullah bila seseorang yang menebar kebaikan maka ia akan menuai kebaikan.
Sebaliknya orang yang menebar keburukan, pasti ia akan menuai keburukan pula.
Barangsiapa yang memancarkan kebaikan maka akan terpantul pula kebaikan
padanya, demikian juga sebaliknya. Ibarat orang yang menanam jeruk, tidak
mungkin menuai kedondong, begitu pun sebaliknya. Ini sebuah keadilan yang
berlaku universal. Siapa pun dia, apa pun warna kulitnya, dari bangsa mana pun,
sunnatullah ini tetap berlaku.
Mereka yang suka memudahkan urusan orang lain,
maka urusannya pun akan dimudahkan lagi oleh Allah. Siapa saja yang selalu
menolong sesama, maka ia pun akan ditolong lagi oleh Yang Maha Kuasa dengan
berbagai cara yang dikehendakiNya. Rasulullah saw bersabda :
مَنْ
يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللّهً عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَ الْاَخِرَةِ
“Barangsiapayang
memudahkan urusan orang yang tertimpa kesulitan,maka Allah akan memudahkan
urusannya di udnia dan akherat.” (H.R.Ibnu Majah)
Selain itu, jika
kita berbuat baik kepada orang lain, sama dengan kita bebuat kebaikan pada diri
kita sendiri. Sebaliknya jika kita berbuat jahat kepada orang lain, maka
kerugiannya tidak akan berpulang kepada siapa-siapa, melainkan kepada diri si
pelakunya sendiri. Allah Ta’ala berfirman:
إِنْ
أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لأنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا
“Jika kamu
berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu
berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.”(Q.S.Al-Isra : 7).
4.
Silaturrahmi
Sesungguhnya kesulitan apa pun pasti bisa terpecahkan,
jika kita mau bersilaturrahmi kepada kerabat, tetangga, teman, kenalan atau
siapa saja yang sewaktu-waktu kita butuhkan pertolongannya. Banyak orang yang
tidak menyadari arti penting silaturrahmi, sehingga mereka masih malas untuk
melakukannya. Padahal Silaturrahmi sejatinya memiliki banyak manfaat, selain
panjang umur dan memperluas rezeki. Sebagai contoh, silaturrahmi dapat menjadi
sarana curhat (mencurahan isi hati), mengadukan keluh kesah kepada orang lain
yang kita sayangi atau kita kenal berkenaan dengan problematika yang kita
hadapi. Sebab, jika kesulitan ditanggung sendiri, pastilah seseorang akan cepat
stress atau depresi. Berkat silaturrahmi, minimal kita bisa berbagi kesulitan,
sehingga beban kita semakin ringan. Tanpa disadari, inilah wasilah
(perantara) kita panjang umur. Apabila kita terhindar dari stress atau depresi,
berarti kesehatan jasmani dan ruhani kita terpelihara, yang menjadi sebab
panjang umur. Bahkan pada zaman Nabi Daud a.s. ada orang yang ditambahkan
umurnya oleh Allah selama 20 tahun, sebagai bonus silaturrahmi.[7]
Keuntungan selanjutnya adalah lapang rezeki. Setidaknya
makanan dan minuman kita peroleh saat bersilaturrahmi. Kadang kala rezekinya
berupa pinjaman uang, pemberian fasilitas, modal, deal bisnis dari saudara,
tetangga, kawan atau rekanan bisnis yang kita kunjungi. Kendati demikian,
rezeki di sini tidak sekedar berbentuk materi saja. Bisa jadi pula berupa
rezeki do’a dan nasehat kalau kita bersilaturrahmi kepada seorang kyai atau
guru. Atau rezeki mendapat bantuan hukum dengan sebab menjalin silaturrahmi
kepada seorang hakim, pengacara, jaksa, atau polisi. Meraup simpati dan
dukungan dari banyak orang jika rajin bersilaturrahmi kepada tokoh-tokoh
masyarakat, sehingga akan memperoleh rezeki jabatan. Dan masih banyak lagi
kemudahan dan solusi yang bisa `kita raih melalui berkah silaturrahmi. Sungguh
amat benarlah sabda Rasulullah yang menyatakan:
مَنْ سَرَّهُ اَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي
رِزْقِهِ وَ يُنْسَأَ لَهُ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan
dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia memperat tali silaturrahmi.”
(H.R.Al-Bukhori dan At-Tirmidzy)
5. Sadarilah bahwa lebih banyak kemudahan yang kita nikmati dari
pada kesusahan yang kita derita
Salah satu bukti
kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya adalah mengkaruniai lebih banyak
nikmat daripada cobaan. Orang lebih panjang mengalami masa sehat daripada masa
sakit. Lebih lama merasakan masa jaya daripada masa kejatuhan. Lebih sering
untung daripada ruginya. Lebih banyak sukanya daripada dukanya Karenanya
janganlah kita melupakan kebaikan-kebaikan Allah begitu saja, hanya lantaran
sedang dicoba dengan suatu musibah. Seharusnya kita banyak bersyukur atas
nikmat-nikmat yang telah kita reguk, agar Allah semakin menambah
nikmat-nikmatNya kepada kita.(Q.S.Ibrahim : 7).
Nabi SAW
mengingatkan kita bahwa betapa pun beratnya musibah, masih kalah dengan derasnya
limpahan kasih sayangNya baik berupa anugerah yang bersifat lahiriyah maupun
batiniyah. Bahkan yang tidak diminta oleh kita pun, seandainya itu perlu dan
penting bagi keselamatan dan kemaslahatan hidup kita, maka diberikan juga
olehNya. Rasulullah saw bersabda :
لَنْ
يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْن
“Satu kesulitan
tidak akan mengalahkan dua kemudahan.” (H.R.al-Hakim)
Itulah sebabnya
Allah memberi semangat berjuang dan menanamkan optimisme kepada hamba-hambaNya
melalui firmannya:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (٥) إِنَّ مَعَ
الْعُسْرِ يُسْرًا (٦ )
“Karena
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan.” (Alam Nasyrah : 5-6)
Allah melukiskan
kata kesulitan (الْعُسْر
)dalam bentuk IsimMakrifat (khusus, yang ditandai dengan Alif Lam di awal
kata)yang berarti kesulitan itu cuma satu alias sedikit. Sementara untuk
kemudahan (يُسْرًا ) dilukiskan Allah dalam bentuk Isim
Nakirah (umum, yang ditandai dengan tanpa Alif Lam). Di sini Allah ingin
menegaskan dan meyakinkan kepada kita semua bahwa kemudahan atau nikmat itu
jauh lebih banyak dan lama menyelimuti seorang hamba ketimbang kesulitan yang
sedikit dan sebentar.
Oleh karena itu,
tidak paantas kita menggerutu atau menyesali keadaan, meratapi musibah, atau
putus asa terhadap penyakit. Justeru perbanyaklah mengingat nikmat-nikmat yang
sepanjang ini telah kita rasakan.
6. Yakinlah bahwa Allah
tidak akan menimpakan musibah atau cobaan di luar batas kesanggupan seseorang.
Allah Yang Maha
Bijaksana sudah pasti lebih mengetahui batas-batas kemampuan tiap hambaNya
dalam menanggung musibah atau cobaan. Karena itu setiap musibah tidak akan
ditimpakan begitu saja tanpa kadar yang bisa dipikul oleh hamba yang ingin
dicintaiNya. Maka janganlah kita berburuk sangka sedikit pun kepada Allah atas
musibah yang menimpa kita. Al-Qur’an menegaskan sebagai berikut:
لا
يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا
“Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Q.S.
Al-Baqarah : 286)
7. Sadarilah pula bahwa jika seorang hamba sedang dicoba, berarti ia
sedang disayangi Allah.
Cobaan yang
ditimpakan kepada seorang hamba yang saleh bukanlah karena Allah membencinya,
sebaliknya justeru Allah sedang mencintainya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
اِذَا
اَحَبَّ اللهُ عَبْدًا اِبْتَلَاهُ لِيَسْمَعَ تَضَرُّعَهُ
“Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan menguji hamba
tersebut dengan aneka cobaan demi mendengar curahan hatinya.”
(H.R.Al-Baihaqy dan Ad-dailamy).
Itulah sebabnya
mengapa kalangan sufi merasa rindu untuk diberi ujian atau cobaan dalam
berbagai bentuknya. Karena dengan begitu mereka merasa disayang oleh Allah.
Justeru mereka bertanya-tanya atau penasaran jika Allah selalu memberi
kenikmatan, dan jarang memberi cobaan; jangan-jangan Allah sudah tidak sayang lagi kepada mereka.
8. Berdo’a
Do’a adalah senjata
orang yang beriman, tiangnya agama, dan cahaya yang mencerahkan langit dan bumi
(H.R. al-Hakim dan Abu Ya’la). Allah Ta’ala juga menyuruh hamba-hambaNya banyak
berdoa. Dalam berdo’a tersimpan harapan besar tanpa akan pertolongan dan kasih
sayang Allah YangMaha Kuasa sekaligus penegasan atas kedho’ifan (kelemahan)
manusia sebagai hamba yang tiada daya dan upaya untuk meraih manfaat atau
menolak madharat (bahaya) tanpaidzin dan pertolongan Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar