“Harta Abdurrahman bin ‘Auf adalah harta yang
halal dan bersih. Dan memakan hartanya itu dapat membawa selamat lagi berkah”
-Utsman
Bin Affan-
Namanya Abdurrahman Bin Auf. Masuk Islam sejak fajar Islam
baru menyingsing. Beliau beriman di permulaan da’wah. Ketika teror dan siksaan
begitu gencar dilancarkan oleh kaum Quraisy kepada Rasulullah saw dan para sahabat. Tepatnya sebelum
Rasulullah saw membina tarbiyah di rumah
Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabat.
Dia adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu
masuk Islam. Bersama Abu Bakar, Utsman bin ‘Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah
bin Ubadillah, dan Sa’ad bin Abi Waqqash.
Abdurrahman
Bin Auf termasuk dari mereka yang ikut berhijrah ke Habsyi (Etiopia). Dan kemudian hijrah ke Madinah.
Dia juga ambil bagian dalam perang Badar, perang Uhud dan peperangan-peperangan
lainnya.
Mulia; Tidak Meminta-Minta
Sewaktu
hijrah dari kota Mekah ke Madinah, beliau disambut oleh kaum Anshar. Dan atas
petunjuk Rasulullah SAW, beliau
dititipkan pada keluarga Sa’ad Bin ar-Rabi’ah. Sedemikian tulusnya sambutan
kaum Anshar pada saudara seiman kaum Muhajirin, sampai Sa’ad Bin Rabi’ah
menawarkan setengah hartanya. Dan bahkan, salah satu dari kedua istrinya untuk
diperistri oleh Abdurrahman Bin Auf. Walaupun terharu, dan berterima kasih atas
tawaran saudara seimannya itu, namun Abdurrahman bin Auf menolaknya dengan
halus. Dan ia hanya ingin ditunjukkan dimana letak pasar, tempat perdagangan di
kota Madinah ketika itu.
Simaklah kata Sa’ad kepada Abdurrahman Bin
Auf ini: “Saudaraku, aku adalah penduduk
Madinah yang kaya. Silahkan pilih separuh hartaku, dan ambillah. Aku juga mempunyai dua orang isteri, coba
pilihlah yang menarik hati anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat
memperisterinya.”
Apa jawaban
Abdurrahman Bin Auf? Dia bertepuk tangan dan segera mengambil lalu
menikmatinya?. Ternyata tidak. Dia tetap bersikap mulia. Tidak ‘memanfaatkan’
pemberian.
Setelah
ditunjukkan tempatnya, mulailah ia mendatangi pasar untuk berdagang. Mencari
nafkah dengan keringatnya sendiri. Dengan kerja dan kemuliaan. Sehingga dengan kelihaiannya
dalam berdagang, dan wataknya yang jujur, dalam waktu yang tidak lama, dia
segera dapat mengumpulkan harta yang banyak. Banyak nilainya dan banyak
berkahnya. Insya Allah.
Bahkan
pernah dikiaskan bahwa, “Jika Abdurrahman
bin Auf membalikkan sebuah batu yang ditemui, maka dibawahnya akan ditemukan
emas”. Sebuah perumpamaan yang menggambarkan betapa pandainya beliau
mendapatkan harta dengan cara yang halal. Banyak dan berkah.
Berbisnis Untuk Ummat
Binis Abdurrahman Bin Auf adalah bisnis untuk ummat. Bukan
karena rakus dan tamak. Bukan pula sekedar untuk menumpuk harta, atau hidup
mewah dan ria. Bahkan, baginya bisnis adalah amal. Tugas untuk membangkitkan
energi ummat. Kewajiban, yang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa
kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya.
Abdurrahman bin ‘Auf, juga tercatat sebagai seorang yang
berwatak dinamis. Terbukti dari bisnisnya yang bermodal “nol” itu, dia bisa
menjadi milyader tanah Arab. Kebahagiaannya adalah dalam amal yang mulia. Dimanapun dan kapanpun
dia berada. Apabila ia tidak sedang shalat di masjid, dan tidak sedang
berjihad dalam mempertahankan Agama, tentulah
ia sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat. Kafilah-kafilahnya
membawa barang dagangannya ke Madinah dari Mesir dan Syria. Barang-barang
muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan
makanan.
Maka,
meskipun ia kemudian menjadi seorang yang kaya raya, namun Abdurrahman bin Auf
tidaklah menjadi buta karena hartanya. Ia sangat pemurah dan selalu ingat pada
harta sebagai salah satu bentuk nikmat tapi juga cobaan Allah. Ia selalu takut
hartanya akan memberatkan dirinya di hadapan Allah. Ia takut dengan
bertambahnya umur dan bertambahnya harta, semakin berat pula hal yang akan dipertanggungjawabkan
di hadapan Allah kelak.
Sedekahnya, Luar Biasa!
Suatu hari, kota Madinah sedang tenang dan aman.
Tiba-tiba terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempat ketinggian
di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpal hingga hampir menutup
ufuk pandangan mata. Angin yang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari
butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan
berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan raya.
Banyak yang menyangka ada badai yang menyapu dan
menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik debu itu segera terdengar
suara hiruk pikuk, yang menandakan tibanya iringan kafilah yang sangat besar dan
panjang.
Tidak lama kemudian, tampaklah 700 onta dan kuda yang penuh
dengan muatan. Onta-onta dan kuda itu memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Masyarakat
Madinah pun dibuat heran, kagum, sekaligus bingung oleh kafilah-kafilah itu.
Milik siapa ini, dan untuk apa?
Ternyata
semua itu milik Abdurrahman bin Auf, yang diberikan kepada penduduk Madinah.
Untuk sedekah. Untuk kesejahteraan ummat. Dia khawatir jika harta yang
didapatnya bisa memperlambatnya masuk surga, walaupun ia sudah dijanjikan
Rasulullah sebagai salah satu ahli surga. Sehingga dia ulurkan tangannya untuk
berbagi kenikmatan dan kebahagiaan dengan para penduduk Madinah.
Sungguh,
sebuah fenomena dan romantika yang belum pernah ada dalam peradaban manapun.
Tidak di Eropa, Amerika, Yunani, India ataupun China. Dan semua itu adalah
kisah nyata. Ya, kisah nyata yang pernah ada dalam sejarah peradabanm Islam.
Pada saat menjelang ekspedisi pasukan muslim
ke Tabuk, Abdurrahman bin Auf juga menyumbangkan seluruh hartanya untuk
ekspedisi itu. Dan tidak meninggalkan harta apapun untuk keluarganya di rumah. Kecuali
sekedar harta untuk bertahan hidup dan pahala yang sudah dijanjikan oleh Allah sw
dan Rasul-Nya.
Pernah pula, dia menjual tanah seharga 40 ribu dinar. Kemudian uang
itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para
isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin. Luar biasa sekali.
Belajar dari Sang Pionir
Yang menjadikan perniagaannya berhasil adalah, karena ia
selalu berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram.
Dan yang paling penting adalah bahwa dia berbisnis karena
iman. Karena taat kepada Allah. Bukan sekedar menumpuk harta dan mencari
kemewahan semata.
Sisi
lain yang juga perlu kita tiru adalah, bahwa dalam setiap transaksi perdagangan,
Abdurrahman Bin Auf selalu mengedepankan sifat jujur. Sehingga setiap kliennya
percaya dan puas bertransaksi dengannya. Untuk kemudian para klien bisnisnya
ketagihan untuk menjadi mitra bisnisnya.
Sisi
lain yang juga mendongkrak kesuksesan bisnis Abdurrahman Bin Auf adalah, ke-ulet-annya
dalam bisnis. Dia sangat giat dan semangat dalam berdagang. Karena baginya
berbisnis juga bagian dari ibadah. Sama dengan ibadah-ibadah yang lain. Yang
dapat mendekatkan diri kepada Allah dan bermanfaat dahsyat bagi masyarakat.
Dan
yang terpenting adalah; sedekah dalam setiap transaksi. Sisihkan dalam setiap
keuntungan transasksi bisnis kita beberapa persen untuk ummat. Untuk agama ini.
Untuk Allah dan Rasul-Nya. Insya Allah, bisnis kita akan semakin laris manis.
Semakin berkah dan melimpah. Amin. Wallohu a’lam.□
- See more at: http://lukman-said.blogspot.com/2013/02/abdurrahman-bin-auf-sang-pioner-sedekah.html#sthash.ueecHvk7.dpuf
“Harta Abdurrahman bin ‘Auf adalah harta yang
halal dan bersih. Dan memakan hartanya itu dapat membawa selamat lagi berkah”
-Utsman
Bin Affan-
Namanya Abdurrahman Bin Auf. Masuk Islam sejak fajar Islam
baru menyingsing. Beliau beriman di permulaan da’wah. Ketika teror dan siksaan
begitu gencar dilancarkan oleh kaum Quraisy kepada Rasulullah saw dan para sahabat. Tepatnya sebelum
Rasulullah saw membina tarbiyah di rumah
Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabat.
Dia adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu
masuk Islam. Bersama Abu Bakar, Utsman bin ‘Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah
bin Ubadillah, dan Sa’ad bin Abi Waqqash.
Abdurrahman
Bin Auf termasuk dari mereka yang ikut berhijrah ke Habsyi (Etiopia). Dan kemudian hijrah ke Madinah.
Dia juga ambil bagian dalam perang Badar, perang Uhud dan peperangan-peperangan
lainnya.
Mulia; Tidak Meminta-Minta
Sewaktu
hijrah dari kota Mekah ke Madinah, beliau disambut oleh kaum Anshar. Dan atas
petunjuk Rasulullah SAW, beliau
dititipkan pada keluarga Sa’ad Bin ar-Rabi’ah. Sedemikian tulusnya sambutan
kaum Anshar pada saudara seiman kaum Muhajirin, sampai Sa’ad Bin Rabi’ah
menawarkan setengah hartanya. Dan bahkan, salah satu dari kedua istrinya untuk
diperistri oleh Abdurrahman Bin Auf. Walaupun terharu, dan berterima kasih atas
tawaran saudara seimannya itu, namun Abdurrahman bin Auf menolaknya dengan
halus. Dan ia hanya ingin ditunjukkan dimana letak pasar, tempat perdagangan di
kota Madinah ketika itu.
Simaklah kata Sa’ad kepada Abdurrahman Bin
Auf ini: “Saudaraku, aku adalah penduduk
Madinah yang kaya. Silahkan pilih separuh hartaku, dan ambillah. Aku juga mempunyai dua orang isteri, coba
pilihlah yang menarik hati anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat
memperisterinya.”
Apa jawaban
Abdurrahman Bin Auf? Dia bertepuk tangan dan segera mengambil lalu
menikmatinya?. Ternyata tidak. Dia tetap bersikap mulia. Tidak ‘memanfaatkan’
pemberian.
Setelah
ditunjukkan tempatnya, mulailah ia mendatangi pasar untuk berdagang. Mencari
nafkah dengan keringatnya sendiri. Dengan kerja dan kemuliaan. Sehingga dengan kelihaiannya
dalam berdagang, dan wataknya yang jujur, dalam waktu yang tidak lama, dia
segera dapat mengumpulkan harta yang banyak. Banyak nilainya dan banyak
berkahnya. Insya Allah.
Bahkan
pernah dikiaskan bahwa, “Jika Abdurrahman
bin Auf membalikkan sebuah batu yang ditemui, maka dibawahnya akan ditemukan
emas”. Sebuah perumpamaan yang menggambarkan betapa pandainya beliau
mendapatkan harta dengan cara yang halal. Banyak dan berkah.
Berbisnis Untuk Ummat
Binis Abdurrahman Bin Auf adalah bisnis untuk ummat. Bukan
karena rakus dan tamak. Bukan pula sekedar untuk menumpuk harta, atau hidup
mewah dan ria. Bahkan, baginya bisnis adalah amal. Tugas untuk membangkitkan
energi ummat. Kewajiban, yang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa
kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya.
Abdurrahman bin ‘Auf, juga tercatat sebagai seorang yang
berwatak dinamis. Terbukti dari bisnisnya yang bermodal “nol” itu, dia bisa
menjadi milyader tanah Arab. Kebahagiaannya adalah dalam amal yang mulia. Dimanapun dan kapanpun
dia berada. Apabila ia tidak sedang shalat di masjid, dan tidak sedang
berjihad dalam mempertahankan Agama, tentulah
ia sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat. Kafilah-kafilahnya
membawa barang dagangannya ke Madinah dari Mesir dan Syria. Barang-barang
muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan
makanan.
Maka,
meskipun ia kemudian menjadi seorang yang kaya raya, namun Abdurrahman bin Auf
tidaklah menjadi buta karena hartanya. Ia sangat pemurah dan selalu ingat pada
harta sebagai salah satu bentuk nikmat tapi juga cobaan Allah. Ia selalu takut
hartanya akan memberatkan dirinya di hadapan Allah. Ia takut dengan
bertambahnya umur dan bertambahnya harta, semakin berat pula hal yang akan dipertanggungjawabkan
di hadapan Allah kelak.
Sedekahnya, Luar Biasa!
Suatu hari, kota Madinah sedang tenang dan aman.
Tiba-tiba terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempat ketinggian
di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpal hingga hampir menutup
ufuk pandangan mata. Angin yang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari
butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan
berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan raya.
Banyak yang menyangka ada badai yang menyapu dan
menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik debu itu segera terdengar
suara hiruk pikuk, yang menandakan tibanya iringan kafilah yang sangat besar dan
panjang.
Tidak lama kemudian, tampaklah 700 onta dan kuda yang penuh
dengan muatan. Onta-onta dan kuda itu memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Masyarakat
Madinah pun dibuat heran, kagum, sekaligus bingung oleh kafilah-kafilah itu.
Milik siapa ini, dan untuk apa?
Ternyata
semua itu milik Abdurrahman bin Auf, yang diberikan kepada penduduk Madinah.
Untuk sedekah. Untuk kesejahteraan ummat. Dia khawatir jika harta yang
didapatnya bisa memperlambatnya masuk surga, walaupun ia sudah dijanjikan
Rasulullah sebagai salah satu ahli surga. Sehingga dia ulurkan tangannya untuk
berbagi kenikmatan dan kebahagiaan dengan para penduduk Madinah.
Sungguh,
sebuah fenomena dan romantika yang belum pernah ada dalam peradaban manapun.
Tidak di Eropa, Amerika, Yunani, India ataupun China. Dan semua itu adalah
kisah nyata. Ya, kisah nyata yang pernah ada dalam sejarah peradabanm Islam.
Pada saat menjelang ekspedisi pasukan muslim
ke Tabuk, Abdurrahman bin Auf juga menyumbangkan seluruh hartanya untuk
ekspedisi itu. Dan tidak meninggalkan harta apapun untuk keluarganya di rumah. Kecuali
sekedar harta untuk bertahan hidup dan pahala yang sudah dijanjikan oleh Allah sw
dan Rasul-Nya.
Pernah pula, dia menjual tanah seharga 40 ribu dinar. Kemudian uang
itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para
isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin. Luar biasa sekali.
Belajar dari Sang Pionir
Yang menjadikan perniagaannya berhasil adalah, karena ia
selalu berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram.
Dan yang paling penting adalah bahwa dia berbisnis karena
iman. Karena taat kepada Allah. Bukan sekedar menumpuk harta dan mencari
kemewahan semata.
Sisi
lain yang juga perlu kita tiru adalah, bahwa dalam setiap transaksi perdagangan,
Abdurrahman Bin Auf selalu mengedepankan sifat jujur. Sehingga setiap kliennya
percaya dan puas bertransaksi dengannya. Untuk kemudian para klien bisnisnya
ketagihan untuk menjadi mitra bisnisnya.
Sisi
lain yang juga mendongkrak kesuksesan bisnis Abdurrahman Bin Auf adalah, ke-ulet-annya
dalam bisnis. Dia sangat giat dan semangat dalam berdagang. Karena baginya
berbisnis juga bagian dari ibadah. Sama dengan ibadah-ibadah yang lain. Yang
dapat mendekatkan diri kepada Allah dan bermanfaat dahsyat bagi masyarakat.
Dan
yang terpenting adalah; sedekah dalam setiap transaksi. Sisihkan dalam setiap
keuntungan transasksi bisnis kita beberapa persen untuk ummat. Untuk agama ini.
Untuk Allah dan Rasul-Nya. Insya Allah, bisnis kita akan semakin laris manis.
Semakin berkah dan melimpah. Amin. Wallohu a’lam.□
- See more at: http://lukman-said.blogspot.com/2013/02/abdurrahman-bin-auf-sang-pioner-sedekah.html#sthash.ueecHvk7.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar