Kamis, 14 November 2013



“Harta Abdurrahman bin ‘Auf adalah harta yang halal dan bersih. Dan memakan hartanya itu dapat membawa selamat lagi berkah”
-Utsman Bin Affan-


Namanya Abdurrahman Bin Auf. Masuk Islam sejak fajar Islam baru menyingsing. Beliau beriman di permulaan da’wah. Ketika teror dan siksaan begitu gencar dilancarkan oleh kaum Quraisy kepada Rasulullah saw dan para sahabat. Tepatnya sebelum Rasulullah saw membina tarbiyah di rumah Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabat.
Dia adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu masuk Islam. Bersama Abu Bakar, Utsman bin ‘Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubadillah, dan Sa’ad bin Abi Waqqash.
Abdurrahman Bin Auf termasuk dari mereka yang ikut berhijrah ke Habsyi (Etiopia). Dan kemudian hijrah ke Madinah. Dia juga ambil bagian dalam perang Badar, perang Uhud dan peperangan-peperangan lainnya.

Mulia; Tidak Meminta-Minta
Sewaktu hijrah dari kota Mekah ke Madinah, beliau disambut oleh kaum Anshar. Dan atas petunjuk Rasulullah SAW, beliau dititipkan pada keluarga Sa’ad Bin ar-Rabi’ah. Sedemikian tulusnya sambutan kaum Anshar pada saudara seiman kaum Muhajirin, sampai Sa’ad Bin Rabi’ah menawarkan setengah hartanya. Dan bahkan, salah satu dari kedua istrinya untuk diperistri oleh Abdurrahman Bin Auf. Walaupun terharu, dan berterima kasih atas tawaran saudara seimannya itu, namun Abdurrahman bin Auf menolaknya dengan halus. Dan ia hanya ingin ditunjukkan dimana letak pasar, tempat perdagangan di kota Madinah ketika itu.
Simaklah kata Sa’ad kepada Abdurrahman Bin Auf ini: “Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya. Silahkan pilih separuh hartaku, dan ambillah. Aku juga mempunyai dua orang isteri, coba pilihlah yang menarik hati anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperisterinya.”
Apa jawaban Abdurrahman Bin Auf? Dia bertepuk tangan dan segera mengambil lalu menikmatinya?. Ternyata tidak. Dia tetap bersikap mulia. Tidak ‘memanfaatkan’ pemberian.
Setelah ditunjukkan tempatnya, mulailah ia mendatangi pasar untuk berdagang. Mencari nafkah dengan keringatnya sendiri. Dengan kerja dan kemuliaan. Sehingga dengan kelihaiannya dalam berdagang, dan wataknya yang jujur, dalam waktu yang tidak lama, dia segera dapat mengumpulkan harta yang banyak. Banyak nilainya dan banyak berkahnya. Insya Allah.
Bahkan pernah dikiaskan bahwa, “Jika Abdurrahman bin Auf membalikkan sebuah batu yang ditemui, maka dibawahnya akan ditemukan emas”. Sebuah perumpamaan yang menggambarkan betapa pandainya beliau mendapatkan harta dengan cara yang halal. Banyak dan berkah.
Berbisnis Untuk Ummat
Binis Abdurrahman Bin Auf adalah bisnis untuk ummat. Bukan karena rakus dan tamak. Bukan pula sekedar untuk menumpuk harta, atau hidup mewah dan ria. Bahkan, baginya bisnis adalah amal. Tugas untuk membangkitkan energi ummat. Kewajiban, yang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya.
Abdurrahman bin ‘Auf, juga tercatat sebagai seorang yang berwatak dinamis. Terbukti dari bisnisnya yang bermodal “nol” itu, dia bisa menjadi milyader tanah Arab. Kebahagiaannya adalah  dalam amal yang mulia. Dimanapun dan kapanpun dia berada. Apabila ia tidak sedang shalat di masjid, dan tidak sedang berjihad  dalam  mempertahankan  Agama,  tentulah  ia  sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat. Kafilah-kafilahnya membawa barang dagangannya ke Madinah dari Mesir dan Syria. Barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan.
Maka, meskipun ia kemudian menjadi seorang yang kaya raya, namun Abdurrahman bin Auf tidaklah menjadi buta karena hartanya. Ia sangat pemurah dan selalu ingat pada harta sebagai salah satu bentuk nikmat tapi juga cobaan Allah. Ia selalu takut hartanya akan memberatkan dirinya di hadapan Allah. Ia takut dengan bertambahnya umur dan bertambahnya harta, semakin berat pula hal yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak.
Sedekahnya, Luar Biasa!
Suatu hari, kota Madinah sedang tenang dan aman. Tiba-tiba terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempat ketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpal hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Angin yang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan raya.
Banyak yang menyangka ada badai yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik debu itu segera  terdengar suara hiruk pikuk, yang menandakan tibanya iringan kafilah yang sangat besar dan panjang.
Tidak lama kemudian, tampaklah 700 onta dan kuda yang penuh dengan muatan. Onta-onta dan kuda itu memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Masyarakat Madinah pun dibuat heran, kagum, sekaligus bingung oleh kafilah-kafilah itu. Milik siapa ini, dan untuk apa?
Ternyata semua itu milik Abdurrahman bin Auf, yang diberikan kepada penduduk Madinah. Untuk sedekah. Untuk kesejahteraan ummat. Dia khawatir jika harta yang didapatnya bisa memperlambatnya masuk surga, walaupun ia sudah dijanjikan Rasulullah sebagai salah satu ahli surga. Sehingga dia ulurkan tangannya untuk berbagi kenikmatan dan kebahagiaan dengan para penduduk Madinah.
Sungguh, sebuah fenomena dan romantika yang belum pernah ada dalam peradaban manapun. Tidak di Eropa, Amerika, Yunani, India ataupun China. Dan semua itu adalah kisah nyata. Ya, kisah nyata yang pernah ada dalam sejarah peradabanm Islam.
Pada saat menjelang ekspedisi pasukan muslim ke Tabuk, Abdurrahman bin Auf juga menyumbangkan seluruh hartanya untuk ekspedisi itu. Dan tidak meninggalkan harta apapun untuk keluarganya di rumah. Kecuali sekedar harta untuk bertahan hidup dan pahala yang sudah dijanjikan oleh Allah sw dan Rasul-Nya.
Pernah pula, dia menjual tanah seharga 40 ribu dinar. Kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin. Luar biasa sekali.

Belajar dari Sang Pionir
Yang menjadikan perniagaannya berhasil adalah, karena ia selalu berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram.
Dan yang paling penting adalah bahwa dia berbisnis karena iman. Karena taat kepada Allah. Bukan sekedar menumpuk harta dan mencari kemewahan semata.
Sisi lain yang juga perlu kita tiru adalah, bahwa dalam setiap transaksi perdagangan, Abdurrahman Bin Auf selalu mengedepankan sifat jujur. Sehingga setiap kliennya percaya dan puas bertransaksi dengannya. Untuk kemudian para klien bisnisnya ketagihan untuk menjadi mitra bisnisnya.
Sisi lain yang juga mendongkrak kesuksesan bisnis Abdurrahman Bin Auf adalah, ke-ulet-annya dalam bisnis. Dia sangat giat dan semangat dalam berdagang. Karena baginya berbisnis juga bagian dari ibadah. Sama dengan ibadah-ibadah yang lain. Yang dapat mendekatkan diri kepada Allah dan bermanfaat dahsyat bagi masyarakat.
Dan yang terpenting adalah; sedekah dalam setiap transaksi. Sisihkan dalam setiap keuntungan transasksi bisnis kita beberapa persen untuk ummat. Untuk agama ini. Untuk Allah dan Rasul-Nya. Insya Allah, bisnis kita akan semakin laris manis. Semakin berkah dan melimpah. Amin. Wallohu a’lam.□
- See more at: http://lukman-said.blogspot.com/2013/02/abdurrahman-bin-auf-sang-pioner-sedekah.html#sthash.ueecHvk7.dpuf
“Harta Abdurrahman bin ‘Auf adalah harta yang halal dan bersih. Dan memakan hartanya itu dapat membawa selamat lagi berkah”
-Utsman Bin Affan-


Namanya Abdurrahman Bin Auf. Masuk Islam sejak fajar Islam baru menyingsing. Beliau beriman di permulaan da’wah. Ketika teror dan siksaan begitu gencar dilancarkan oleh kaum Quraisy kepada Rasulullah saw dan para sahabat. Tepatnya sebelum Rasulullah saw membina tarbiyah di rumah Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan dengan para shahabat.
Dia adalah salah seorang dari delapan orang yang dahulu masuk Islam. Bersama Abu Bakar, Utsman bin ‘Affan, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubadillah, dan Sa’ad bin Abi Waqqash.
Abdurrahman Bin Auf termasuk dari mereka yang ikut berhijrah ke Habsyi (Etiopia). Dan kemudian hijrah ke Madinah. Dia juga ambil bagian dalam perang Badar, perang Uhud dan peperangan-peperangan lainnya.

Mulia; Tidak Meminta-Minta
Sewaktu hijrah dari kota Mekah ke Madinah, beliau disambut oleh kaum Anshar. Dan atas petunjuk Rasulullah SAW, beliau dititipkan pada keluarga Sa’ad Bin ar-Rabi’ah. Sedemikian tulusnya sambutan kaum Anshar pada saudara seiman kaum Muhajirin, sampai Sa’ad Bin Rabi’ah menawarkan setengah hartanya. Dan bahkan, salah satu dari kedua istrinya untuk diperistri oleh Abdurrahman Bin Auf. Walaupun terharu, dan berterima kasih atas tawaran saudara seimannya itu, namun Abdurrahman bin Auf menolaknya dengan halus. Dan ia hanya ingin ditunjukkan dimana letak pasar, tempat perdagangan di kota Madinah ketika itu.
Simaklah kata Sa’ad kepada Abdurrahman Bin Auf ini: “Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang kaya. Silahkan pilih separuh hartaku, dan ambillah. Aku juga mempunyai dua orang isteri, coba pilihlah yang menarik hati anda, akan kuceraikan ia hingga anda dapat memperisterinya.”
Apa jawaban Abdurrahman Bin Auf? Dia bertepuk tangan dan segera mengambil lalu menikmatinya?. Ternyata tidak. Dia tetap bersikap mulia. Tidak ‘memanfaatkan’ pemberian.
Setelah ditunjukkan tempatnya, mulailah ia mendatangi pasar untuk berdagang. Mencari nafkah dengan keringatnya sendiri. Dengan kerja dan kemuliaan. Sehingga dengan kelihaiannya dalam berdagang, dan wataknya yang jujur, dalam waktu yang tidak lama, dia segera dapat mengumpulkan harta yang banyak. Banyak nilainya dan banyak berkahnya. Insya Allah.
Bahkan pernah dikiaskan bahwa, “Jika Abdurrahman bin Auf membalikkan sebuah batu yang ditemui, maka dibawahnya akan ditemukan emas”. Sebuah perumpamaan yang menggambarkan betapa pandainya beliau mendapatkan harta dengan cara yang halal. Banyak dan berkah.
Berbisnis Untuk Ummat
Binis Abdurrahman Bin Auf adalah bisnis untuk ummat. Bukan karena rakus dan tamak. Bukan pula sekedar untuk menumpuk harta, atau hidup mewah dan ria. Bahkan, baginya bisnis adalah amal. Tugas untuk membangkitkan energi ummat. Kewajiban, yang keberhasilannya akan menambah dekatnya jiwa kepada Allah dan berqurban di jalan-Nya.
Abdurrahman bin ‘Auf, juga tercatat sebagai seorang yang berwatak dinamis. Terbukti dari bisnisnya yang bermodal “nol” itu, dia bisa menjadi milyader tanah Arab. Kebahagiaannya adalah  dalam amal yang mulia. Dimanapun dan kapanpun dia berada. Apabila ia tidak sedang shalat di masjid, dan tidak sedang berjihad  dalam  mempertahankan  Agama,  tentulah  ia  sedang mengurus perniagaannya yang berkembang pesat. Kafilah-kafilahnya membawa barang dagangannya ke Madinah dari Mesir dan Syria. Barang-barang muatan yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh jazirah Arab berupa pakaian dan makanan.
Maka, meskipun ia kemudian menjadi seorang yang kaya raya, namun Abdurrahman bin Auf tidaklah menjadi buta karena hartanya. Ia sangat pemurah dan selalu ingat pada harta sebagai salah satu bentuk nikmat tapi juga cobaan Allah. Ia selalu takut hartanya akan memberatkan dirinya di hadapan Allah. Ia takut dengan bertambahnya umur dan bertambahnya harta, semakin berat pula hal yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak.
Sedekahnya, Luar Biasa!
Suatu hari, kota Madinah sedang tenang dan aman. Tiba-tiba terlihat debu tebal yang mengepul ke udara, datang dari tempat ketinggian di pinggir kota; debu itu semakin tinggi bergumpal-gumpal hingga hampir menutup ufuk pandangan mata. Angin yang bertiup menyebabkan gumpalan debu kuning dari butiran-butiran sahara yang lunak, terbawa menghampiri pintu-pintu kota, dan berhembus dengan kuatnya di jalan-jalan raya.
Banyak yang menyangka ada badai yang menyapu dan menerbangkan pasir. Tetapi kemudian dari balik debu itu segera  terdengar suara hiruk pikuk, yang menandakan tibanya iringan kafilah yang sangat besar dan panjang.
Tidak lama kemudian, tampaklah 700 onta dan kuda yang penuh dengan muatan. Onta-onta dan kuda itu memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Masyarakat Madinah pun dibuat heran, kagum, sekaligus bingung oleh kafilah-kafilah itu. Milik siapa ini, dan untuk apa?
Ternyata semua itu milik Abdurrahman bin Auf, yang diberikan kepada penduduk Madinah. Untuk sedekah. Untuk kesejahteraan ummat. Dia khawatir jika harta yang didapatnya bisa memperlambatnya masuk surga, walaupun ia sudah dijanjikan Rasulullah sebagai salah satu ahli surga. Sehingga dia ulurkan tangannya untuk berbagi kenikmatan dan kebahagiaan dengan para penduduk Madinah.
Sungguh, sebuah fenomena dan romantika yang belum pernah ada dalam peradaban manapun. Tidak di Eropa, Amerika, Yunani, India ataupun China. Dan semua itu adalah kisah nyata. Ya, kisah nyata yang pernah ada dalam sejarah peradabanm Islam.
Pada saat menjelang ekspedisi pasukan muslim ke Tabuk, Abdurrahman bin Auf juga menyumbangkan seluruh hartanya untuk ekspedisi itu. Dan tidak meninggalkan harta apapun untuk keluarganya di rumah. Kecuali sekedar harta untuk bertahan hidup dan pahala yang sudah dijanjikan oleh Allah sw dan Rasul-Nya.
Pernah pula, dia menjual tanah seharga 40 ribu dinar. Kemudian uang itu dibagi-bagikannya semua untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para isteri Nabi dan untuk kaum fakir miskin. Luar biasa sekali.

Belajar dari Sang Pionir
Yang menjadikan perniagaannya berhasil adalah, karena ia selalu berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari perbuatan haram.
Dan yang paling penting adalah bahwa dia berbisnis karena iman. Karena taat kepada Allah. Bukan sekedar menumpuk harta dan mencari kemewahan semata.
Sisi lain yang juga perlu kita tiru adalah, bahwa dalam setiap transaksi perdagangan, Abdurrahman Bin Auf selalu mengedepankan sifat jujur. Sehingga setiap kliennya percaya dan puas bertransaksi dengannya. Untuk kemudian para klien bisnisnya ketagihan untuk menjadi mitra bisnisnya.
Sisi lain yang juga mendongkrak kesuksesan bisnis Abdurrahman Bin Auf adalah, ke-ulet-annya dalam bisnis. Dia sangat giat dan semangat dalam berdagang. Karena baginya berbisnis juga bagian dari ibadah. Sama dengan ibadah-ibadah yang lain. Yang dapat mendekatkan diri kepada Allah dan bermanfaat dahsyat bagi masyarakat.
Dan yang terpenting adalah; sedekah dalam setiap transaksi. Sisihkan dalam setiap keuntungan transasksi bisnis kita beberapa persen untuk ummat. Untuk agama ini. Untuk Allah dan Rasul-Nya. Insya Allah, bisnis kita akan semakin laris manis. Semakin berkah dan melimpah. Amin. Wallohu a’lam.□
- See more at: http://lukman-said.blogspot.com/2013/02/abdurrahman-bin-auf-sang-pioner-sedekah.html#sthash.ueecHvk7.dpuf